Kadang orang
lebih suka mempersulit orang lain dengan dalih sudah membayar. Itulah yang
mungkin dilakukan orang, baik tanpa disengaja atau memang dengan niatan.
Seperti yang akan saya ceritakan kali ini.
Malam itu saya
memesan travel yang memang selalu dipakai untuk keluar kota. Kali ini saya
berangkatnya malam, sekitar pukul 03.00 dini hari sudah menunggu di perbatasan
Pamekasan Sumenep. Tempat yang biasanya selalu saya gunakan setiap kali
menunggu jemputan travel atau bahkan rombongan kuliah.
Sebenarnya
rumah cukup jauh dari perbatasan, sekitar 1,5 kilometer ke arah kanan sebelum
perbatasan jika dari arah Sumenep, atau simpang tiga pertama setelah gerbang
selamat datang Sumenep jika dari arah sebaliknya. Letaknya juga masih bisa
dilewati mobil, bahkan minibus pernah parkir di halaman rumahku walau memang
perlu driver andal untuk jenis kendaraan ini.
Walaupun tidak
dekat dengan perbatasan, saya tidak pernah meminta sopir travel untuk menjemput
di titik lokasi rumah saya. Biasanya saya yang mengalah menuju gerbang
perbatasan untuk memudahkan sopir menemukan posisi saya dan pastinya ini
melancarkan sopir untuk urusan penjemputan.
Jika
menjemput saya ke rumah butuh waktu sekitar 15-20 menit, maka dengan menunggu
di perbatasan, tidak akan memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikannya.
Pastinya saya yang sudah menunggu di sana, tidak pernah sekalipun saya
membiarkan sopir yang duluan tiba untuk menunggu.
Jika bersedekah uang masih butuh modal, setidaknya
saya sudah sedekah waktu buat abang sopir. Ya walau hal beginian tak ada yang
menganggap sedekah sih, seperti halnya like komen dan share.
Tapi bukankah kalkulator Tuhan tidak akan lupa dengan hal sedetail ini? Tak ada
kebaikan sebiji dzarrah pun yang akan luput dari catatan, begitu juga
sebaliknya. Makanya walau hanya sedekah jempol, yuk dilakukan. Ini membuat
orang lain senang dan kita hanya bermodal sekali klik saja seperti yang selalu
diajarkan anakku Bilqies yang memberi jempol semua video yang ditontonnya.
Sejatinya memudahkan
orang lain berarti sebenarnya memberi jalan mulus untuk diri sendiri. Walaupun
sopir biasa saja menanggapinya. Tapi tidak dapat dipungkiri raut wajah lelah
sopir saat berulang kali bolak-balik jalan hanya untuk menjemput salah satu
penumpang seperti yang saya alami setelah saya naik travel ini. Di kota
pamekasan, setelah melewati lokasi Accem Manis, sopir terlihat gusar karena
sudah berulang kali melewati gang yang salah bahkan bolak balik melewati
gerbang yang sama.
“Mbak, ini
saya sudah di pertigaan gerbang ke kiri yang sebelum hotel. Ini kemana?” Pak
sopir melakukan panggilan memastikan keberadaan calon penumpang. Saya
melihatnya dari kursi paling belakang, si bapak mengangguk-angguk lalu memutar
stir belok kiri masuk gerbang.
Beberapa
saat mobil melaju, lalu berhenti. Pak sopir melihat-lihat sekitar, tidak
terlihat wajah calon penumpang di sana. Si Bapak kembali melakukan panggilan
telepon.
“Mbak
dimana, saya sudah di depan toko **** ini.”
Entah apa
yang dijawab mbaknya.
“Berarti ini
sudah lewat ya, oke oke saya putar balik dulu di depan.”
Pak sopir
mulai melajukan kembali mobil ke arah depan menuju toko yang halamannya cukup
luas, dia memutar balik menuju gerbang masuk.
Kembali si
bapak menelpon.
“Mbak, saya
sudah di depan les privat ****. Ini dimana mbak?”
Hening
“Mbak, mbak di
mana ini?’
“Loh .. tadi
katanya udah lewat, kok bukan?”
“Iya, ini
sudah balik mbak..”
“Sudah di
depan gedung kayak sekolahan gitu.”
“Berarti ini
balik lagi ke yang tadi?”
“Oh iya
iya.. saya putar lagi.”
Si bapak
dengan sabar memutar kembali mobil dengan sabar. Tak ada Bahasa menggerutu yang
keluar dari mulutnya, entah dalam hatinya. Padalah saya yang mendengarnya saja
sudah jengkel dengan si mbak. Apalagi ini masuk gang yang mutarnya gak semudah hompimpa
alaeyong gambreng!
“Ini saya
sudah di toko yang tadi, berarti ini ke selatan ya.”
“Iya ini
sudah ke selatan, mbak di mana?”
“Owalah..”
Terlihat
seorang perempuan bersama seorang lelaki -mungkin suaminya- di depan sebuah
rumah yang jaraknya hanya 2 rumah dari toko tadi, toko yang di awal sudah kami
singgahi yang katanya sudah lewat hingga harus putar balik.
Sopir dengan
sabar turun mobil lalu membukakan pintu depan. Suaminya bersiap menutup
gerbang, dari dalam mobil terlihat ada motor yang parkir di halaman rumahnya.
Dalam hati saya menggerutu sendiri, andai saja dia mengalah untuk di antar ke
jalan raya yang di gerbang, sehingga sopir tidak perlu muter-muter salah
alamat.
Apa susahnya
sih mengalah sedikit saja ke jalan raya agar si sopir tidak kebingungan.
Hmm… mungkin dalam benaknya, aku kan udah bayar jadi dia harus jemput
aku ke rumah. Inilah yang sering terjadi, mentang-mentang sudah bayar malah
merasa semua harus dilayani dengan baik seperti yang dia mau. Padahal jika dia
membantu sedikit, Tuhan akan membalasnya banyak walau tidak mesti saat itu juga.
Tentu saja,
sebagai pelanggan yang telah membayar, kita berhak mendapatkan pelayanan yang
baik. Namun, itu tidak berarti kita dapat memperlakukan orang lain dengan
seenaknya. Saling pengertian dan saling membantu adalah kunci dalam menciptakan
hubungan yang harmonis dengan sesama manusia.
Dalam
perjalanan selanjutnya, saya masih memikirkan kejadian tadi. Saya memosisikan
diri bagaimana seandainya berada di posisi sopir. Begitu pun jika berhubungan
dengan orang lain, seringkali saya berusaha untuk lebih peka terhadap mereka.
Saya selalu memberikan petunjuk yang jelas mengenai lokasi penjemputan,
memastikan agar dia tidak kesulitan mencari tempat saya berada. Meskipun itu
mungkin memerlukan sedikit usaha yang melelahkan saya dan keluarga, tetapi
setiap langkah kecil itu dapat sangat berharga bagi sopir.
Saya diantar
paling akhir, terlihat senyuman dan raut wajah lega pak Sopir telah selesai
menuntaskan tugasnya hari ini. Dia tentu akan melihat senyum bahagia keluarganya
saat tiba di rumah. Jika saja semua penumpang mempersulit pak sopir dengan
petunjuknya, tentu dia akan lebih lama untuk dapat sampai di rumah. Bayangkan jika
itu Anda yang sedang dinantikan kedatangannya.
Jika kamu
salah satu pengguna travel, kamu bisa juga berbuat satu hal kecil dengan berada
di lokasi yang mudah dijangkau sopir. Mengalahlah sedikit jika harus ke jalan
lain. Tapi ya itu tergantung prinsip setiap orang sih. Kadang ada juga yang
memakai motto, Jika bisa mempersulit, untuk apa mempermudah?