Margiyam selalu bertanggung jawab
dan merawat semua kambing dengan baik. Namun suatu hari, salah satu kambing
miliknya sakit. Sudah dua hari bibir kambingnya bengkak dan tidak mau makan.
Banyak ramuan sudah dia berikan, namun akhirnya kambingnya tetap mati.
Margiyam merasa sangat sedih dan tidak tahu harus bagaimana memberitahukan hal
ini kepada Sugina.
Sumber Gambar : Desain Pribadi |
Margiyam menguburkan kambingnya di dekat rumahnya, perasaan sedih masih membekas di wajah Margiyam. Kambing-satu satunya milik dia akhirnya mati juga. Kambing itu hasil tabungannya setelah setahun mendapat laba dari merawat kambing.
Suatu Ketika, Sugina majikannya
mendatangi gubuk Margiyam di desa. Dia ingin melihat perkembangan kambing
miliknya yang dipelihara Margiyam. Dia datang sendirian dengan diantar ojek ke
rumahnya.
“Bagaimana keadaanmu, Margiyam?”
tanya Sugina saat sampai di rumah Margiyam.
Margiyam menjawabnya dengan raut
sedih, dia bingung bagaimana mengatakan jika kambingnya sudah mati. Margiyam
pun memutuskan untuk berbohong. Dia memberitahu Sugina bahwa salah satu kambing
miliknya yang mati. Sugina pun merasa sedih dan kehilangan. Tapi Margiyam
merasa sangat bersalah karena telah berbohong.
“Ini kuburannya, Bu. Saya
menguburkannya sendiri. Maaf ya bu, saya sudah lalai.” Kata Margiyam dengan raut
wajah sedih.
“Ya sudahlahlah, Namanya belum
rezeki. Semoga yang tersisa ini selalu sehat dan nantinya mahal saat dijual.”
Jawaban Sugina membuat Margiyam terkejut. Dia tidak menduga jika Sugina tidak
marah setelah tau salah satu kambingnya telah mati. Sugina pamit pulang dengan
membawa singkong hasil kebun Margiyam.
Beberapa malam kemudian, Margiyam
mulai bermimpi tentang kambing miliknya yang mati. Kambing itu tampak marah dan
mengamuk, menuntut keadilan. Margiyam merasa sangat ketakutan dan terus-menerus
terganggu oleh mimpi itu setiap malam.
Akhirnya, Margiyam tidak tahan
lagi. Ia datangi rumah pamannya yang tidak jauh dari rumah Margiyam.
"Margiyam. Ada apa kamu
malam-malam kesini?" tanya paman Margiyam
“Ada yang ingin kusampaikan
padamu, sebenarnya aku sedang terganggu dengan mimpi burukku tentang kambing
yang mati."
"Mimpi buruk tentang
kambing? Apa yang terjadi?"
"Aku sebenarnya sudah
berbohong pada Sugina. Kambing yang mati adalah kambing milikku sendiri, bukan
miliknya. Aku merasa sangat bersalah dan terus-menerus bermimpi tentang kambing
itu yang mengamuk tiap malam."
"Ya Tuhan, rupanya itu milik
Sugina ya?”
“Iya paman, aku menyesal” jawab
Margiyam dengan wajah tertunduk.
“Lalu apa yang ingin kamu
lakukan?”
“Aku tidak tau paman.”
“Sebaiknya kamu mengakui semuanya
pada Sugina.”
Margiyam pamit pulang dan
memikirkan apa yang disarankan pamannya. Dia ingin sekali mengakui kesalahannya
namun ia tidak punya keberanian. Dia berfikir, jika seandainya dia mengaku
nanti, bagaimana kalau juragannya marah dan tidak lagi mempekerjakan Maryam? Apa
yang akan dikerjakan setiap harinya?
Margiyam merasa bingung antara
harus mengaku atau tetap diam saja.
Malam ini, ia mencoba untuk tidak
tidur, dia tidak mau mimpi buruk itu datang lagi dan membuat nafasnya
tersenggal-senggal saat bangun.
Satu jam, dua jam dia mampu
menahan kantuk. Namun dimenit berikutnya, dia tidak tahan lagi dan terlelap di
teras rumahnya. Baru saja dia terlelap, dia sudah melihat puluhan kambing yang
berada di depannya dengan tatapan penuh amarah.
“Tolong… pergi dari sini..:”
teriak Margiyam.
Namun kambing-kambing itu tetap bertahan di depannya, bahkan
semakin mendekat. Margiyam merasa sangat takut dan tidak tahu harus bagaimana.
Dia merenung sejenak dan memutuskan untuk menghadapi kambing-kambing itu dengan
keberanian.
Margiyam bangkit dan mulai berbicara dengan kambing-kambing
itu. Dia menjelaskan dengan jujur tentang kesalahannya, bahwa kambing yang mati
adalah miliknya sendiri bukan milik Sugina. Dia berjanji akan mengakui pada
Sugina.
Tak disangka, kambing-kambing itu menjadi tenang. Margiyam
merasa lega dan berterima kasih pada kambing-kambing itu. Kambing-kambing itu
berlalu dari hadapan Margiyam, lalu dia terbangun dari mimpinya.
Keesokan paginya, Margiyam segera pergi ke rumah Sugina. Tekadnya
sudah bulat, dia mengakui bahwa kambing yang mati adalah miliknya sendiri.
Margiyam siap menerima konsekuensi dari kesalahannya.
Namun, apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Sugina justru merasa terharu dengan kejujuran Margiyam dan memaafkannya. Bahkan, Sugina menawarkan untuk memberikan satu ekor kambing baru sebagai pengganti kambing yang sudah mati.
Margiyam merasa sangat bersyukur dan berterima kasih pada Sugina. Dia belajar bahwa kejujuran selalu menjadi jalan terbaik dan bahwa menerima kesalahan adalah tindakan yang penuh dengan keberanian. Dia bersumpah untuk tidak pernah lagi berbohong dan selalu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Sejak saat itu, mimpi buruk sugina tidak lagi datang. Dia dapat tidur dengan nyenyak.