-->
https://www.batmanteacher.com/

Followers

Margiyam dan Mimpi Buruknya

Margiyam adalah seorang pengembala kambing di desa. Ia tinggal sebatang kara setelah semua keluarganya meninggal saat tragedi banjir bandang yang poernah melanda desanya. Margiyam saat ini bertahan hidup dengan merawat kambing milik orang terkaya di desanya, Namanya Sugina. Margiyam merawat 6 kambing, satu miliknya sendiri dan 5 adalah milik majikannya.

Margiyam selalu bertanggung jawab dan merawat semua kambing dengan baik. Namun suatu hari, salah satu kambing miliknya sakit. Sudah dua hari bibir kambingnya bengkak dan tidak mau makan. Banyak ramuan sudah dia berikan, namun akhirnya kambingnya tetap mati. Margiyam merasa sangat sedih dan tidak tahu harus bagaimana memberitahukan hal ini kepada Sugina.


Sumber Gambar : Desain Pribadi

Margiyam menguburkan kambingnya di dekat rumahnya, perasaan sedih masih membekas di wajah Margiyam. Kambing-satu satunya milik dia akhirnya mati juga. Kambing itu hasil tabungannya setelah setahun mendapat laba dari merawat kambing.

Suatu Ketika, Sugina majikannya mendatangi gubuk Margiyam di desa. Dia ingin melihat perkembangan kambing miliknya yang dipelihara Margiyam. Dia datang sendirian dengan diantar ojek ke rumahnya.

“Bagaimana keadaanmu, Margiyam?” tanya Sugina saat sampai di rumah Margiyam.

Margiyam menjawabnya dengan raut sedih, dia bingung bagaimana mengatakan jika kambingnya sudah mati. Margiyam pun memutuskan untuk berbohong. Dia memberitahu Sugina bahwa salah satu kambing miliknya yang mati. Sugina pun merasa sedih dan kehilangan. Tapi Margiyam merasa sangat bersalah karena telah berbohong.

“Ini kuburannya, Bu. Saya menguburkannya sendiri. Maaf ya bu, saya sudah lalai.” Kata Margiyam dengan raut wajah sedih.

“Ya sudahlahlah, Namanya belum rezeki. Semoga yang tersisa ini selalu sehat dan nantinya mahal saat dijual.” Jawaban Sugina membuat Margiyam terkejut. Dia tidak menduga jika Sugina tidak marah setelah tau salah satu kambingnya telah mati. Sugina pamit pulang dengan membawa singkong hasil kebun Margiyam.

Beberapa malam kemudian, Margiyam mulai bermimpi tentang kambing miliknya yang mati. Kambing itu tampak marah dan mengamuk, menuntut keadilan. Margiyam merasa sangat ketakutan dan terus-menerus terganggu oleh mimpi itu setiap malam.

Akhirnya, Margiyam tidak tahan lagi. Ia datangi rumah pamannya yang tidak jauh dari rumah Margiyam.

"Margiyam. Ada apa kamu malam-malam kesini?" tanya paman Margiyam

“Ada yang ingin kusampaikan padamu, sebenarnya aku sedang terganggu dengan mimpi burukku tentang kambing yang mati."

"Mimpi buruk tentang kambing? Apa yang terjadi?"

"Aku sebenarnya sudah berbohong pada Sugina. Kambing yang mati adalah kambing milikku sendiri, bukan miliknya. Aku merasa sangat bersalah dan terus-menerus bermimpi tentang kambing itu yang mengamuk tiap malam."

"Ya Tuhan, rupanya itu milik Sugina ya?”

“Iya paman, aku menyesal” jawab Margiyam dengan wajah tertunduk.

“Lalu apa yang ingin kamu lakukan?”

“Aku tidak tau paman.”

“Sebaiknya kamu mengakui semuanya pada Sugina.”

Margiyam pamit pulang dan memikirkan apa yang disarankan pamannya. Dia ingin sekali mengakui kesalahannya namun ia tidak punya keberanian. Dia berfikir, jika seandainya dia mengaku nanti, bagaimana kalau juragannya marah dan tidak lagi mempekerjakan Maryam? Apa yang akan dikerjakan setiap harinya?

Margiyam merasa bingung antara harus mengaku atau tetap diam saja.

Malam ini, ia mencoba untuk tidak tidur, dia tidak mau mimpi buruk itu datang lagi dan membuat nafasnya tersenggal-senggal saat bangun.

Satu jam, dua jam dia mampu menahan kantuk. Namun dimenit berikutnya, dia tidak tahan lagi dan terlelap di teras rumahnya. Baru saja dia terlelap, dia sudah melihat puluhan kambing yang berada di depannya dengan tatapan penuh amarah.

“Tolong… pergi dari sini..:” teriak Margiyam.

Namun kambing-kambing itu tetap bertahan di depannya, bahkan semakin mendekat. Margiyam merasa sangat takut dan tidak tahu harus bagaimana. Dia merenung sejenak dan memutuskan untuk menghadapi kambing-kambing itu dengan keberanian.

Margiyam bangkit dan mulai berbicara dengan kambing-kambing itu. Dia menjelaskan dengan jujur tentang kesalahannya, bahwa kambing yang mati adalah miliknya sendiri bukan milik Sugina. Dia berjanji akan mengakui pada Sugina.

Tak disangka, kambing-kambing itu menjadi tenang. Margiyam merasa lega dan berterima kasih pada kambing-kambing itu. Kambing-kambing itu berlalu dari hadapan Margiyam, lalu dia terbangun dari mimpinya.

Keesokan paginya, Margiyam segera pergi ke rumah Sugina. Tekadnya sudah bulat, dia mengakui bahwa kambing yang mati adalah miliknya sendiri. Margiyam siap menerima konsekuensi dari kesalahannya.

Namun, apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Sugina justru merasa terharu dengan kejujuran Margiyam dan memaafkannya. Bahkan, Sugina menawarkan untuk memberikan satu ekor kambing baru sebagai pengganti kambing yang sudah mati.

Margiyam merasa sangat bersyukur dan berterima kasih pada Sugina. Dia belajar bahwa kejujuran selalu menjadi jalan terbaik dan bahwa menerima kesalahan adalah tindakan yang penuh dengan keberanian. Dia bersumpah untuk tidak pernah lagi berbohong dan selalu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. 

Sejak saat itu, mimpi buruk sugina tidak lagi datang. Dia dapat tidur dengan nyenyak. 


Related Posts
Widayanti Rose
Teacher, Writer, bussiness women, and Trainer

Related Posts

Post a Comment