-->
https://www.batmanteacher.com/

Followers

Kecil-kecil Punya Tegar

 

 

Namanya Ayu, Qurrata ayu. Gadis mungil berparas ayu ini selalu tampil ceria dengan rambut di atas bahu. Tampilannya selalu rapi, matanya yang sayu menyimpan keteduhan yang membuat siapapun selalu rindu.

Sejauh ini tak pernah ada tingkah polanya yang membuat aku harus menahan nafas mengelus dada. Dia memang berbeda, santun dan bersahaja. Dia mesti tanggap dengan tugas-tugas belajarnya dengan hasil yang baik tentunya.

"Yang sabar ya, Bu." Ucapnya saat aku terdiam mendapat kelakuan 'Suci and the gank' yang menguras kesabaran.







Untungnya ada Ayu yang mendinginkan.

Mau tak mau aku pasti tersenyum ketika anak ini maju ke kursiku, "Dia memang begitu, Bu. Ibu masih mendingan, kalau Bu Zai sudah dicaci maki sama Suci." Tambahnya menghiburku.

Aku memang bukan orang baru, tapi saat cutiku selama dua bulan berlalu, telah banyak yang terjadi di kelas ini.

Tak ada yang istimewa dari Ayu di mata teman-teman. Dia murid yang sederhana yang mau saja diperintah ke mana-mana.

"Yu, belikan aku mie ya. Jangan lupa kasih sambal." Perintah Suci di jam istirahat.

"Aku juga belikan pentol ya, nih uangnya." Nihat menyerahkan lembaran duaribuan yang diterima Ayu dengan senyum.

"Aku juga beli pentol, gak pakai pedas ya." Nury merogoh uang di sakunya dan menyerahkan ke tangan Ayu.

"Mie pakai sambal, pentol dua ribu pedes, dua ribu tidak pedes." Jarinya terlipat tiga, mengingat-ngingat kembali pesanan teman-temannya.

Beberapa saat, diapun datang.

Tangan kanan memegang piring berisi mie goreng panas, dan di tangan kiri dua plastik berisi pentol tahu.

"Ini, Bak Suci. Ini Nihat yang pedes dan ini Nury yang gak pedes," seulas senyum tersungging dari bibirnya.

itulah pertama kali nama Ayu menyita perhatian.

Hari berikutnya, Suci masih saja menyuruh Ayu ke kantin. Dan lagi-lagi Ayu melakukannya dengan tersenyum. Wah, ini tidak boleh dibiarkan. Di kelasku tidak boleh ada benih-benih premanisme yang membahayakan.

Saat Ayu berangkat ke kantin membawa pesanan teman-teman, kudekati Suci di bangkunya. "Suci kenapa selalu nyuruh Ayu ke kantin, kenapa gak beli sendiri?"tanyaku minta penjelasan.

"Dia memang mau kok, Bu. Dari dulu aku dan teman-teman biasa nyuruh-nyuruh dia" jawabnya dengan santai. Aku tau, pastilah siapapun takut jika yang menyuruhnya adalah Suci. Secara dia kan tidak segan-segan pakai kekerasan jika temannya nolak.

"Kasihan Ci, dia kan juga temanmu." Kataku pelan, berharap anak di depanku akan menerima perkataanku dengan hati.

"Aku gak asal nyuruh aja, Bu. Aku bayar dia kok."

"Bayar?" tanyaku tak percaya.

Ayu datang membawa pesanan Suci.

"Ada apa, Bu?" tanya Ayu saat aku menatapnya dengan keheranan.

"Yu, kalau kamu aku suruh beli-beli, aku kan bayar kamu ya, Yu?" Suci meminta penjelasan Ayu seraya mengambil jus buah dari tangan Ayu.

Ayu terdiam, sedih.

"Benar begitu Yu?" Tanyaku menatapnya lekat.

"Iya bu." Ayu menunduk.

"Kok Ayu mau?"

"Gak apa-apa, Bu. Aku senang kok. Biasanya aku dikasih uang atau jajan sama bak Suci setelah itu. Aku kadang tidak punya uang Bu, aku senang jika bak Suci memintaku untuk membelikan untuknya di kantin."

Duh, jawabannya menohok sekali. Kenapa aku baru tau ini, padahal sudah hampir dua bulan aku di kelas ini.

***

"Yu, sini." Panggilku saat dia hendak keluar di jam istirahat.

"kenapa, bu?"

"Masih ada uang jajannya?"

"Utuh, Bu. Seribu. Hehe." Duh, tanpa beban dia menjawabnya. Seribu dia seneng banget, padahal sudah bukan uang saku anak sekolahan jaman now.

Kuselipkan selembar uang limaribuan di sakunya.

"Ini apa, Bu?" Dia berusaha mengembalikan uang itu.

"Buat jajan, jangan kasih tau siapa-siapa ya."

"Gak usah, Bu." Lagi-lagi dia berusaha menolak.

"Ibu mohon." Pintaku.

Diapun nyerah, tersenyum lalu mendaratkan ciuman di pipi kananku. Lalu berlari ke luar kelas.

"Ada apa bu?" tanya Suci yang melihat aksi Ayu. Wah, kalau sampai dia tau bisa berabe ini. Ups

"Gak papa, dia bisikin ibu kalau mau istirahat ke kantin." Jawabku berusaha meyakinkan.

"Oh..."

Huft. Aku bernafas lega, sepertinya Suci tidak melihat kalau Ayu menciumku. Kalau Suci cemburu, bisa pecah gunung tangkupan perahu.

***

"Ibuku di Malaysia, Bu. Orang tuaku bercerai saat aku masih bayi."

Degg!

Kenapa komplit sekali derita hidup Ayu. Niatku hanya ingin berkirim salam ke ibunya, ternyata kisah ini yang aku terima.

"Ayu tinggal dengan siapa?" Tanyaku mulai penasaran.

"Kakek dan nenek ...." mengalirlah cerita gadis mungil ini tanpa beban. Tidak ada raut sedih atas nasib yang dia jalani saat ini. Aku saja yang sesak mendengar kisahnya.

Betapa tidak, sejak bayi dia sudah tinggal dengan kakek neneknya. Ayahnya menikah lagi dengan orang Besuki tanpa ingat lagi padanya, sementara ibu menjadi TKI di Malaysia. Kakek Ayu bekerja tidak tetap. Kadang jadi kuli, kadang ikut berlayar mancing ikan atau beternak burung love bird yang katanya hanya sepasang.

"Ayu tetap harus semangat belajar ya, jangan putus asa. Ayu juga anak yang pintar, suatu saat Ayu jadi orang sukses." Kataku dengan dada mulai sesak, membayangkan bagaimana seandainya jika aku di posisi Ayu apa aku akan sekuat dia?

"Aamiin. Doakan ya Bu. Tapi aku gak yakin bisa melanjutkan sekolah, karena gak punya biaya."

"Ssst.. gak boleh bicara begitu. Ayu harus yakin kalau nanti ada rezeki buat Ayu."

"Suatu saat nanti, Ayu akan undang ibu kalau Ayu mau menikah. Hadir ya bu kalau kuundang" Katanya lugu. Sontak saja aku ketawa, anak sekecil ini sudah mikir nikah, jauh banget. Hhh

Tapi aku mengangguk, "insyaAllah ibu hadir." Aku meyakinkan dia, walau pastinya nanti Ayu akan lupa perkataannya saat ini.

"Doakan Ayu, agar kelak punya suami tidak seperti ayah"

Lagi-lagi ada yang terasa menghujam di dadaku. Aku tahan agar tidak cengeng di depan Ayu, toh anak ini tetap saja tersenyum. Kenapa aku yang mewek. "Aamiin, semoga Ayu jadi anak sholehah, sukses dan kelak dapat suami sholeh."

"Amiien.." dia mengangkat tangan dengan mata terpejam. "Kelak kalau aku besar, aku ingin menghajikan kakek dan nenek, Bu."

Duh, kali ini aku tak tahan lagi. Kupeluk dia dengan mengamini kata-katanya.

======

Di kelas kita, banyak Ayu yang lain. Cobalah lihat!

Related Posts
Widayanti Rose
Teacher, Writer, bussiness women, and Trainer

Related Posts

Post a Comment