Lihatlah, apa yang dilakukan Joko tidak seperti anak-anak yang lain yang seusia saat ini. Joko bangun pagi saat anak-anak lain masih terlelap dalam selimut lembutnya. Saat yang lain sudah sarapan di meja, Joko sudah berpeluh menjajakan gorengan pada setiap orang yang berlalu lalang di pasar. Ya, Joko adalah penjual gorengan.
Dulu Joko anak yang pintar, setiap penerimaan rapor dia selalu ada di peringkat sepuluh besar di kelasnya. Namun sejak ayahnya meninggal, kehidupannya jauh berubah drastis. Kehidupannya yang dulu berkecukupan menjadi sangat memprihatinkan. Setiap hari Joko dan ibunya harus berjuang keras untuk bisa bertahan hidup. Mereka pantang meminta belas kasih dengan harus mengemis, tetapi Joko harus menerima kenyataan tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SD.
Walau sudah berhenti sekolah, Joko tetap memiliki impian besar untuk bisa belajar lagi seperti anak-anak lainnya. Namun, keadaan keluarga Joko yang tidak mampu dan ditambah kesibukan Joko sebagai penjual gorengan membuatnya harus menanggung kerasnya kehidupan ini.
Namun bukan Joko namanya jika dia menyerah, sebagai penjual gorengan dia tetap mau belajar. Dimana pun adalah sekolah baginya. Saat menemukan koran yang tergeletak di tanah atau pembungkus nasi, di abaca sampai tuntas. Setidaknya walau putus sekolah, ia masih bisa mendapat banyak ilmu dari hasil bacaannya.
Setiap hari, Joko berjuang keras untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan ibunya. Ia harus bangun pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan dagangannya, yaitu gorengan yang dijajakan di sebuah pasar di dekat rumahnya. Joko bekerja keras seharian penuh, mulai dari pagi hingga menjelang malam hari.
Meskipun kesibukan tersebut, Joko tidak pernah melupakan impian besar untuk kembali bersekolah. Ia sangat menyadari pentingnya pendidikan dalam hidupnya, dan ia ingin memperbaiki keadaannya di masa depan. Ia mencoba untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk belajar, meskipun hanya dari koran bekas atau pembungkus nasi.
Suatu hari, saat Joko sedang berjualan di pasar, ia melihat seorang pelajar yang sedang pulang sekolah dengan seragam lengkap. Hatinya tergerak melihat anak tersebut dan membuatnya semakin yakin bahwa ia harus kembali ke sekolah.
"Ibu, bisakah aku kembali ke sekolah?”
"Anakku, aku ingin sekali melihatmu sekolah lagi, tetapi bagaimana caranya kamu sekolah sementara untuk makan saja kita harus bekerja keras seharian?” jawab ibu dengan wajah sedih.
"Iya, Bu. Aku hanya rindu belajar bersama teman-teman di sekolah." Joko tertunduk dan merasa menyesal telah membuat ibunya bersedih. Ia tahu ibunya tentu lebih ingin menyekolahkannya, tapi kemiskinan membuat mereka tidak bisa memilih.
Suatu hari, ketika Joko sedang berjualan di pasar ada seorang penjual yang ribut dengan pembeli. Joko, menghampiri dua orang tersebut, ternyata mereka meributkan uang kembalian yang menurut pembeli salah hitung.
“Maaf Pak Tiar, apa saja belanjaan ibu ini tadi?” Tanya Joko kepada lelaki tua yang sudah dikenalnya ini
Pak Tiar menyebutkan barang dan harganya, lalu menghitung semua jumlah harga yang harus dibayar ibu disampingnya.
“Semuanya jadi dua ratus tiga puluh ribu rupiah, Bu.” Kata Joko kepada pembeli.
“Nah, benar kan. Saya menyerahlan uang 250.000 dan hanya ada uang sisa 5.000.” jawab Ibu memperlihatkan selembar lima ribuan pada Joko. Akhirnya Pak Tiar paham dan mengembalikan kekurangan uang kembalian ibu tadi.
Ibu berterima kasih dan menyapa Joko dengan penuh bangga.
“Kamu pinter sekali, Nak. Kenapa tidak bersekolah?” Tanya Ibu tersebut pada JOko.
“Saya ingin sekali sekolah, Bu. Tapi saya orang miskin yang tidak punya ayah…” Joko menceritakan keadaannya pada ibu di dekatnya. Sang ibu merasa tersentuh melihat kecerdasan joko dan keadaannya yang memprihatinkan.
Setelah berbicara sejenak, ternyata ibu tersebut ketua yayasan pendidikan di desa sebelah.
Mendengar kisah Joko dan impian besarnya, ibu memberikan sebuah tawaran pada Joko, “Bagaimana kalau kamu tetap berjualan gorengan di kantin sekolah saya. Lalu kamu bisa juga sekolah di sana.” Kata Ibu dengan senyum.
“Tapi, Bu. Saya tidak punya uang untuk mendaftar.”
“Tidak perlu ada biaya apapun, kamu datang saja bersama ibumu besok ke sekolah. Tahu kan siapa saya, saya Ibu Patimah.” kata ibu tadi memperkenalkan diri.
Joko merasa sangat bahagia dan bersyukur atas kesempatan tersebut. Ia berterima kasih pada ibu Patimah dan pamit untuk menjajakan kembali dagangannya agar segera habis. Dia ingin segera bertemu ibunya dan menceritakan kabar bahagia ini.
Joko pulang dengan perasaan bahagia, dia merasa doa-doanya terkabul untuk bisa melanjutkan sekolah.
Sesampainya di rumah, Joko langsung menghambur ke pelukan ibunya.
“Joko, kamu kenapa datang langsung peluk Ibu?” Tanya ibunya
“Impian Joko terkabul, Ibu. Aku akan sekolah lagi.” Jawabnya dengan mata berbinar.
“Bagaimana mungkin?” Tanya ibunya penasaran.
Joko menceritakan kejadian yang dialaminya tadi pagi saat bertemu dengan seorang ibu yang baik. Mendengar cerita Joko, ibunya berucap syukur dan beberapa kali mencium anak semata wayangnya.
“Alhamdulillah, Nak.”
“Besok kita diminta datang ke sekolah di sana, Bu.” Ajak Joko yang dijawab ibunya dengan anggukan.
Keesokan harinya mereka berangkat ke sekolah bu Patimah, mereka memilih pakaian terbaik yang mereka punya untuk menghargai seorang yang berhati mulya.
“Selamat datang di sekolah kami, Bu. Di sinilah Joko akan bersekolah dan sekaligus tetap bisa membantu ibu berjualan gorengan.” Ucap bu Patimah dengan senyum.
Joko dan ibunya saling bertatapan dengan bahagia dan tidak menyangka akan apa yang dialaminya saat ini. Mereka sangat bersyukur kepada Tuhan telah mengirimkannya seorang manusia berhati malaikat untuk membantunya menggapai impian Joko.
Sejak saat itu Joko bersekolah kembali, dia tetap percaya diri walaupun setiap hari membawa gorengan ke kantin sekolah. Joko berjanji untuk belajar dengan tekun dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang didapatkannya.
Akhirnya, Joko berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan dan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Ia menjadi inspirasi bagi teman-temannya dan masyarakat sekitar bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita terus berjuang dan berusaha dengan sungguh-sungguh dan tentunya dengan terus berdoa kepada Tuhan.