-->
https://www.batmanteacher.com/

Followers

Cerita Inspiratif Hitam Pasti Ada Putihnya

Cerita Inspiratif

HITAM, PASTI ADA PUTIHNYA

 #DiarySangGuru 
 #Cerita Inspiratif 
 #Inspirasi Kehidupan 



     "Saya titip anak saya ya bu, dia lemah banget. Tubuhnya lemah, gerakannya juga lemah bu. Saya gak tau lagi bagaimana caranya." Kata ibu Ayat saat ku kunjungi ke rumahnya. 
    "Doanya saja bu, semoga Allah membukakan fikiran dan hatinya. Insya Allah dia jadi anak sukses kelak." Kataku menghibur. 
    "Aamiin, tak taulah bu. Kalau masih ada abinya dulu, dia mau belajar. Abinya telaten banget bu. Sejak abinya meninggal, dia makin jadi anak yang murung" 
    "Ini mbaknya kan, Bu. Belajar saja padanya." Kataku saat seorang gadis berseragam SMP menyalamiku. Menurut cerita Ayat, dia memiliki seorang kakak perempuan dan adik laki-laki dari ayahnya yang baru . 
    "Gak mau dia bu, tau lah. Aku khawatir banget, tahun kemarin dia sudah tinggal kelas." Raut wajah cemas terpancar di mukanya. Aku bisa merasakan sebagai sesama ibu. Bagaimana khawatirnya dia saat anaknya memiliki kemampuan yang jauh di bawah teman-temannya yang lain. Keadaan ini pasti pahit baginya, ibu mana yang tidak sedih mendapat kenyataan ini? 

    "Jangan putus asa bu, doa seorang ibu sangat istijabah. Tetaplah berdoa dan beri support padanya. Tidak hari ini, mungkin besok. Masing-masing anak itu unik, memang punya keahlian sendiri-sendiri."

     "Ayat lemah banget bu, nulisnya bacanya mikirnya juga. Paling hanya menggambar saja dia yang semangat. Kalau hanya gambar, mau jadi apa kelak?" Ah, kenapa sih masih banyak orang yang menganggap bakat menggambar itu tidak berguna. 

    "Siapa tau kelak dia jadi arsitek, desainer grafis, atau pelukis hebat. Mereka orang-orang sukses lo bu." Aku berusaha merubah mindsetnya. 

    "Haha, kalau di desa pelukis itu gak ada yang nyari bu." "Belum tau kan, suatu saat nanti Ayat akan hidup dimana. Siapa tau dia tidak di sini, tapi di kota besar, Bu. Nasib anak-anak belum bisa kita tebak mau jadi apa kelak. Kita hanya mengusahakan sesuai dengan bakatnya." 

    "Iya sih bu, ya semoga aja begitu. Benar-benar risau saya bu. Pokoknya saya titip ya bu. Jangan pulang kalau belum selesai nulis." Akupun mengangguk, lalu pamit kembali ke sekolah. 


*** 

    "Ayatullah Khumaini, nulis ya nak." Entah sudah ke berapa kalinya aku mengingatkan dia agar fokus pada tugas yang harus dia selesaikan hari ini. Tapi begitulah dia, perlu dimiskol terus untuk membuat dia kembali ke bukunya. Saat dipanggil saja dia yang kembali ke laptop, menulis satu atau dua kata saja lalu setelah itu hilang fokus lagi. Entah melihat temannya yang lagi nulis, menatap pintu dengan tatapan kosong, atau mencorat-coret kertas dengan lukisannya. Pernah aku pindah kursinya di depanku, tetap saja dia tidak pernah berhasil menyelesaikan tulisan satu paragrafpun. 

    "Pegel, Bu." Jawabnya saat kutanya kenapa gak selesai-selesai. 

    "Kalau gambar gak pegel?" 

    "Nggak" jawabnya polos. 

    "Ya sudah, kamu gambar jamnya saja dengan bentuk yang bagus-bagus. Kasih hiasan dan warna." Kataku nyerah, aku sudah tak tau lagi bagaimana membuatnya mau menulis. 

    "Beneran ya bu, saya mau gambar hello kitty dan fred killer di jamnya, boleh?." Dia menatapku penuh pengharapan. 

    "Ya, boleh." Dia bersorak girang lalu mulai mengeksekusi bukunya untuk menggambar. Kulihat dia dari kursiku, senyumnya mengembang dan sorot matanya berbinar saat dia mencoret kertasnya dengan pensil. Ini berbeda sekali saat dia mendapat tugas menulis apalagi menghitung. Sambil menggambar, terdengar siulan dari mulutnya memainkan satu lagu sholawat atau kadang lagu dangdut ganteng-ganteng serigala yang lagi ngehits. 

    Walau suaranya pas-pasan, dia easy going aja. Tetap menyanyi sambil menggambar. Dia bahagia sekali. Sungguh beda saat dia harus memakai otaknya untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang bagi temannya sangat sederhana, menemukan jawaban kelipatan dua ataupun pengurangan bersusun pendek. Aku sudah berusaha membuatnya seasyik mungkin menyelesaikan tugas-tugasnya, tapi tetap saja hanya beberapa menit tersimpan di otak, lalu hilang tanpa bekas. Alhasil, dia naik kelas dengan nilai yang sedikit bermesraan dengan KKM, selisih tipis. Semoga berkah ya nak...

 *** 

    "Lihat, Bu. Tulisan dian sudah bagus." Teriak Pinky saat kumasuki kelasnya menggantikan guru kelas empat yang izin tidak masuk. 

    "Mana coba liat?" Dian dengan senyum mengembang memperlihatkan tulisan tangannya yang kini sudah mulai rapi. 

    "Tulisan Elfaz juga, Bu." Aku beralih ke bukunya Elfaz,

     "Nah, begini bagus. Dulu besar banget, kan?" Elfaz hanya tersenyum. 

    "Ayat bagaimana? Ramli juga?" Tanyaku pada dua anak yang saat di kelasku selalu bersaing di urutan terbawah. Yang ditanya hanya tersenyum. 

    "Eh Bu. Kelas tiga kemarin, Ayat dan Ramli hampir tidak naik kelas Bu. Alhamdulillah ternyata tetap naik, tapi diberi peringatan keras sama bu Hajah." Kulihat ke arah Ramli lalu Ayat, mereka berdua hanya tersenyum pias. Setiap guru tentu ingin mendengar kabar baik dari siswanya, guru pasti bahagia mendapat kabar kesuksesan siswa bahkan jikapun melebihi kesuksesan gurunya. Sekalipun saat sukses, mereka tak ingat lagi padanya. Naudzubillah. Begitu juga saat mendengar kabar tidak baik mereka, sedih tentu saja. Kadang merasa gagal menjadi guru. Tapi bukankah guru seperti penjahit. Hasil akhir akan berbeda tergantung kain yang diberikan. 

    "Ayat masih suka gambar?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Ayat mengangguk. 

    "Bagus deh, kelak jadi pelukis yang hebat ya. Atau desainer terkenal. Wiiih.." lagi-lagi dia hanya mengangguk.

     "Ramli.. " panggilku pada Ramli yang cengengesan di samping Ayat. 

    "Udah gak suka berkelahi kan?" Dia mengangguk dengan menyembunyikan mukanya di bahu Ayat. 

    "Gak dah Bu, lumayan. Tapi kalau kumat ya tetap ngamuk" jawab Acha yang diikuti tawa seisi kelas. 

    "Kan lumayan, kalau kelas dua tiap hari tengkar. Sekarang udah jarang. Bagus kan?" dia tersenyum bangga mendapat pujian. Yah, hitam pasti ada putihnya. Munculkan sisi baik sekecil apapun dari mereka, agar sisi positif itu dominan. Bandingkan mereka dengan masa lalunya atau masa depan yang menjadi cita-citanya, bukan membandingkan dengan siswa lain.

 *** 

"Raddin koneng Potre Madura Pajalanna neter kolenang Edeng pandeng ta’ ambusenne palembayya meltas panjalin" Suara merdu seseorang diiringi piano terdengar dari dalam ruang perpustakaan. 

"Alos onggu tengka gulina Nandha’a gi tenggi darajadda Adhu tretan kapencot ate Monangale Potre Madura" Benar-benar lembut suaranya, aku menikmatinya dari luar saja. Karena di dalam penuh dengan anak-anak. 

    "Ada latihan ya?" Tanyaku pada salah satu mereka. 

    "Ya, Bu. Katanya lomba nyanyi ke Sumenep." 

    "Oh.." jawabku sambil tetap duduk memperhatikan anak-anak yang lalu lalang di depanku. "Raddin koneng..." suara itu terdengar kembali, lembut menusuk sanubari. Kali ini membuat penasaranku tak bisa dicegah. 

    "Maaf ya, ibu bisa lewat gak?" Pintaku di kerumunan anak yang memenuhi pintu ruang perpus. Mereka memberiku celah untuk lewat. Akupun bisa leluasa untuk masuk dan melihat langsung anak yang sedang latihan nyanyi. Terlihat olehku Pak Husni, guru seni musik yang memainkan jemarinya di tuts keybord dengan mengangguk-angguk menghayati. Di sebelahnya berdiri seorang anak dengan tubuh kurus sedang memegang mikrofon yang bernyayi dengan hati. 

    Ayat!? Bernarkah yang kulihat? Seketika perasaan kagum atas suaranya berubah menjadi haru. Aku tak menyangka suara lembut itu berasal dari bibir manisnya Ayat. Seorang anak yang tertatih-tatih untuk mencapai kemampuan seperti layaknya teman-temannya yang lain. Anak yang selalu dikhawatirkan ibunya saat selalu lemah dalam pelajaran. Ya, dia yang katanya lemah.

     Dia yang katanya mengalami keterlambatan belajar, dia yang katanya lebih pantas untuk tinggal kelas. Ya, dia. Saat ini sedang berjuang untuk nama baik sekolah kita. Sesak menyeruak, ada bulir bening yang kutahan. "Yang semangat ya Nak." Dia mengangguk malu. Ya Robb, izinkan dia sukses atas kemampuan yang dia miliki.


Related Posts
Widayanti Rose
Teacher, Writer, bussiness women, and Trainer

Related Posts

2 comments

IISTEACHER said…
Bagus sekali ceritanya. Sampai - sampai meneteskan air mata. Doa seorang guru insyaAllah diijabah. Amiin